Konservasi Arsitektur Bangunan Cagar Budaya Rumah Cimanggis
C.
GAMBARAN
BANGUNAN KAWASAN TERPILIH
Kondisi Exsiting
Bangunan kuno Rumah Cimanggis berada di kompleks pemancar Radio Republik
Indonesia Sukmajaya, Cimanggis, Jalan Raya Bogor KM 34, Depok,
Jawa Barat. Rumah Cimanggis diyakini mulai dibangun pada rentang tahun 1771 dan
1775.
Rumah Cimanggis berada sekitar 1000 m dari pasar Cimanggis,. Kondisi bangunan
yang terawat lagi saat ini, membuat masyarakat tidak mengetahui bahwa rumah
cimanggis merupakan bangunan cagar budaya yang memiliki nilai histori yang
tinggi.
Hilangnya
angin-angin/lubang ventilasi atau bovenlich Rumah Cimanggis pada pertengahan
Juni 2018. Lubang ventilasi berukir dengan ukuran 1,62 x 1,48 meter diduga
diambil pencuridari kamar anak kesayangan Gubernur Jenderal Petrus Albertus van
der Parra (1761-1775). Akhirnya, angin-angin antik itu dikembalikan kepada KSD.
Kejadian tersebut menjadi penanda aset sejarah itu rawan dirusak dan dicuri.
Rumah Cimanggis peninggalan
Gubernur VoC ke-29 Jenderal Albertus van Der Parra, berada di Kompleks RRI
Cimanggis, Depok di atas lahan seluas kurang lebih 1.000 meter persegi. Rumah
Cimanggis sudah berdiri sejak 1771 hingga tahun 1778, tampak di samping kanan,
kiri, dan belakang rumah dikelilingi tumbuh-tumbuhan ilalang. Hanya depan rumah
tersebut yang tampak lebih bersih dari tumbuh-tumbuhan ilalang atau akar
belukar. Rumah itu tak memiliki atap, namun pintu kayu jati yang kokoh terlihat
masih berfungsi dengan baik. Saat memasuki rumah, nampak tumbuh-tumbuhan dan
pohon yang tumbuh tinggi di dalam rumah tersebut.
Beberapa pepohonan pun sudah
ditebang, hanya terlihat akar, batang pohon, dan tinggal kurang lebih dua atau
tiga pohon yang masih berdiri tinggi di bagian dalam rumah. Potongan kayu-kayu
rumah tersebut tampak dikumpulkan di ruang tamu. Jendela-jendela rumah yang
terbuat dari kayu pun tampak masih kokoh walau tidak dilengkapi kaca.
Ornamen-ornamen di atas pintu rumah yang menjadi simbol keluarga Belanda pun
masih terlihat jelas menghiasi rumah itu. Ketua Umum Depok Heritage Community
Ratu Farah Diba membenarkan adanya perubahan di Gedung Tinggi Rumah Cimanggis
setelah penetapannya menjadi Cagar Budaya Kota Depok.
Pembersihan pertama kali
dimulai pasca-penetapan sebagai bangunan cagar budaya. Dari segi kebersihan
jauh lebih baik. Lebih bersih sekarang kan, terlihat ya sudah nampak dinding
dan lantai bahkan rangka atapnya. Rumah cimanggis ini memiliki nilai sejarah
yang tinggi. Adapun rumah itu merupakan peninggalan Gubernur VoC Jenderal
Albertus van Der Parra untuk istri keduanya, Yohanna van Der Parra. Menurut
hasil kajian peneliti, ornamen yang ada di di rumah itu terbilang langka di
Indonesia karena sangat modern pada zamannya dulu. Rumah tersebut ada empat
kamar tidur. Di depan itu kamar utama dan kamar anaknya. Di ruang tengah ruang
utama. Di belakang ruang keluarga. Yang membedakan kamar utama dan kamar anak
bisa dilihat dari ornamen atau hiasan ventilasi di atas pintu yang berbentuk
gambar bayi.
Pada bagian belakangan
bangunan, terdapat beranda yang dulunya digunakan oleh keluarga bangsawan untuk
menikmati teh sambil melihat pemandangan yang dulunya adalah situ atau danau.
Namun, kini area tersebut telah menjadi hamparan permukiman padat
penduduk.Farah menambahkan, ornamen-ornamen di atas pintu rumah memiliki arti
khusus. Meski tidak begitu hafal,, ada salah satu ornamen yang bergambar bayi.
Langgam
Bangunan Rumah Cimanggis ini tidak memiliki
lantai atas (tidak bertingkat). Bangunan ini memiliki bentuk atap limas dengan
penutup atapnya yaitu genteng tanah liat. Pada bagian fasad terdapat bentuk
kotak-kotak yang menonjol terlihat seperti kolom yang menjadikan bangunan ini
terlihat lebih dinamis.
Bentuk fasad
bangunan ini terlihat seperti bangunan rumah rakyat biasa yang menggunakan
langgam arsitektur Art Deco.
Style
Sebagai bangunan
tua, tentu gedung banteng masuk kedalam satu diantara bangunan konservasi yang
perlu dilestarikan. Bahkan, menurut data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Provinsi DKI Jakarta, konservasi bangunan diatur cukup ketat, dimana bangunan
harus tidak boleh dibongkar atau diubah, namun dipertahankan sesuai dengan
aslinya. Begitu pun dalam hal perawatan, dimana bahan yang digunakan harus
sejenis atau berkarakter sama dengan aslinya, serta juga harus tetap
mempertahankan ornament-ornamen yang ada. Namun, fungsi bangunan dapat
disesuaikan atau diubah sesuai kebutuhan.
Gaya arsitektur
masa bangunan ini juka menilik dari teori periode gaya bangunan menurut Helen
Jessup dalam Handinoto (1996: 129-130) tahun 1800-an sampai tahun 1902.
Ketika itu, pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari perusahaan
dagang VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat pada tahun 1811-1815.
Hindia Belanda kemudian sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Indonesia waktu itu
diperintah dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan ekonomi negeri Belanda.
Oleh sebab itu, Belanda pada abad ke-19 harus memperkuat statusnya sebagai kaum
kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang berkesan grandeur (megah).
Bangunan gedung dengan gaya megah ini dipinjam dari gaya arsitektur neo-klasik
yang sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda waktu itu.
Perkembangan
Arsitektur Antara Tahun 1870-1900 akibat kehidupan di Jawa yang berbeda dengan
cara hidup masyarakat Belanda di negeri Belanda maka di Hindia Belanda
(Indonesia) kemudian terbentuk gaya arsitektur tersendiri. Gaya tersebut
sebenarnya dipelopori oleh Gubernur Jenderal HW. Daendels yang datang ke Hindia
Belanda (1808-1811). Daendels adalah seorang mantan jenderal angkatan darat
Napoleon, sehingga gaya arsitektur yang didirikan Daendels memiliki ciri khas
gaya Perancis, terlepas dari kebudayaan induknya, yakni Belanda.
Gaya arsitektur
Hindia Belanda abad ke-19 yang dipopulerkan Daendels tersebut kemudian dikenal
dengan sebutan The Empire Style. Gaya ini oleh Handinoto juga dapat
disebut sebagai The Dutch Colonial. Gaya arsitektur The Empire Style adalah
suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis, bukan
Belanda) yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya berbentuk gaya Hindia
Belanda (Indonesia) yang bergaya kolonial, yang disesuaikan dengan
lingkungan lokal dengan iklim dan tersedianya material pada waktu itu (Akihary
dalam Handinoto, 1996: 132). Ciri-cirinya antara lain: denah yang simetris,
satu lantai dan ditutup dengan atap perisai. Karakteristik lain dari gaya ini
diantaranya: terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan belakang, terdapat
serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain. Ciri khas dari
gaya arsitektur ini yaitu adanya barisan pilar atau kolom (bergaya Yunani) yang
menjulang ke atas serta terdapat gevel dan mahkota di atas serambi depan dan
belakang. Serambi belakang seringkali digunakan sebagai ruang makan dan pada
bagian belakangnya dihubungkan dengan daerah servis (Handinoto, 1996: 132-133).
Fasade
Masuknya Rumah Cimanggis ke
dalam bangunan konservasi Cagar Budaya, terlihat dari fasadnya yang masih
kental dengan gaya arsitektur kolonial. Atap bangunan berbentuk pelana, dengan
sopi-sopi yang berada disisi kanan dan kiri (bukan depan). Penutup atap
menggunakan genteng tanah liat yang terlihat menghitam karena pengaruh usia dan
cuaca. Di bagian dinding terdapat bukaan berupa 3 buah jendela kayu dengan
kisi-kisi. Dinding bangunan di cat menggunakan warna putih, dan terlihat sudah
pudar dan mengelupas disana-sini.
Material
Material yang
digunakan dalam fasad bangunan ini menggunakan batu bata yang diplester dengan
tebal kurang lebih 2-3 cm dan juga material kayu untuk bagian kusen jendela dan
pintu. Terdapat juga teralis besi pada setiap jendela-jendelanya.
Penggunaan
material-material kayu dapat di cat ulang karena kondisinya yang mulai
terkelupas, sedangkan pada bagian dinding fasad bangunan harus diperbaiki
kembali sesuai dengan kondisi semula karena kerusakan yang ada di dinding fasad
sekitar 70% sehingga masih dapat mengikuti pola atau bentuk yang masih utuh.
Warna
Warna yang digunakan pada Rumah Cimanggis ini
menggunakan warna coklat tua dipadukan dengan warna putih di kusen-kusen bangunan
tersebut. Penggunaan warna ini membuat bangunan memiliki kesan yang sangat tua.
Sekarang ini warna-warna yang ada di fasad bangunan sudah banyak yang
terkelupas cat-catnya.
Karena
tidak ditemukan foto atau hal-hal yang membuktikan bahwa warna yang sekarang
ini adalah warna yang sama yang digunakan pada awal penggunaan bangunan ini
maka warna coklat tua dan warna putih ini dapat dipertahankan dan dipugar agar
fasad bangunan menjadi lebih baik.
D.
USULAN
PENENGAHAN PELESTARIAN
Diantara bangunan bersejarah itu ada yang berubah secara fungsi dan
ada pula yang fungsinya tetap. Ada yang mengalami renovasi, baik secara
arsitektur ataupun secara konsep bangunan. Tentu dalam menentukan hal tersebut,
harus melalui beberapa analisa yang mengacu kepada teori yang ada untuk
menentukan kelas bangunan dan tingkat pemugaran, selanjutnya mencari sejarah
bangunan tersebut baik arsitekturnya ataupun fungsi dari bangunan tersebut di
masa lalu.
Konservasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan intervensi fisik
terhadap bahan atau elemen bangunan (bersejarah) yang ada untuk meyakinkan
kesinambungan integritas secara struktural. Tingkatan kegiatan konservasi dapat
berkisar dari penanganan kecil sampai penanganan besar. Kegiatan konservasi
pada bangunan bersejarah maupun pada kawasan/ lingkungan bersejarah pada
dasarnya bukan semata untuk tujuan pelestarian dan mempertahankan bangunan
secara arsitektural semata tetapi juga didalamnya menyangkut nilai-nilai budaya
dalam kehidupan masyarakat luas. Dan menurut observasi pada analisis
sebelumnya, tindakan pelestarian yang dapat diterapkan menurut Highfield (1987:
20-21) di Rumah Cimanggis ini antara lain :
§
Perlindungan terhadap seluruh
struktur bangunan, beserta dengan sub bagian-bagian penyusunnya, dan
memperbaiki finishing interior, utilitas bangunan, dan sarana-prasarana. Dalam
tingkat pelestarian yang paling rendah, perubahan yang memungkinkan terjadi
adalah perbaikan tangga eksisting untuk disesuaikan dengan kebutuhan lift,
penggunaan sistem penghawaan buatan sederhana yang dikombinasikan dengan
penghawaan alami;
§
Perlindungan terhadap seluruh
selubung eksterior bangunan, termasuk atap dan sebagian besar interiornya,
dengan perubahan kecil pada struktur internal, dan memperbaiki finishing
interior, utilitas bangunan, dan sarana saniter. Perubahan struktural dapat
melibatkan demolisi beberapa sub bagian interior, atau penambahan tangga baru,
dan apabila memungkinkan shaft lift
§
Perlindungan terhadap seluruh
selubung eksterior eksisting, termasuk atap, dengan perubahan besar pada
struktur internal serta perbaikan finishing, utilitas, dan sarana saniter.
Perubahan besar pada struktur internal dapat melibatkan penambahan tangga beton
bertulang yang baru, instalasi lift, demolisi dinding struktur pada interior
secara skala yang lebih luas, atau penambahan lantai baru selama sesuai dengan
ketinggian lantai aslinya.
E.
KESIMPULAN,
SARAN, DAN DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan
Penetapan status cagar budaya itu tertuang dalam Surat
Keputusan Wali Kota Depok Nomor: 593/289/Kpts/Disporyata/Huk/2018. Rumah
Cimanggis dinilai mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan. Akan tetapi, penetapan tersebut tak segera ditindaklanjuti dengan
uapaya perlindungan dan pelestarian Rumah Cimanggis. Pantauan PR. Kondisi
bangunan masih tetap mengenaskan. Sejumlah atap bangunan peninggalan Gubernur
Jenderal VOC Petrus Albertus Van Der Parra pada abad ke-18 tersebut telah
roboh. Kondisi di dalam bangun dan area luar tampak dipenuhi semak-semak dan
pepohonan.
Alih-alih sedap dipandang, Rumah Cimanggis justru tampak
menyeramkan. Tak terlihat pula pemasangan plang atau petunjuk yang menerangkan
nilai sejarah dan status Rumah Cimanggis sebagai bangunan cagar budaya. Pegiat
Komunitas Sejarah Depok (KSD) Ferdy Jonathans menilai Pemkot Depok harus turun
langsung melindungi bangunan bersejarah itu. Upaya penyelamatan bukan hanya
sekadar menerbitkan SK tanpa upaya nyata. Langkah nyata bisa dilakukan tindakan
sederhana.
Saran
Pemkot,
tuturnya, bisa mengajak para pegiat sejarah dan warga untuk bersih-bersih. Para
pegiat pun sebenarnya berencana melakukan pembersihan. Tetapi, rumitnya
pengurusan perizinan dan ketatnya penjagaan oleh petugas Kementerian Agama
selaku pengelola lahan membuat rencana tersebut kandas. Seperti diketahui,
Rumah Cimanggis berada di area proyek pembangunan Universitas Internasional
Islam Indonesia milik Kementerian Agama. Pemerintah berencana membangun kampus
UIII di Lapangan Pemancar RRI, Kelurahan Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Kota
Depok.
Upaya penyelamatan lain bisa dilakukan
dengan pemasangan plang pengumuman status bangunan cagar budaya di lokasi
tersebut. Tindakan itu bertujuan agar masyarakat mengetahui Rumah Cimanggis
dilindungi undang-undang dan mencegah terjadinya aksi criminal. Diharapkan dengan
banyaknya ikut serta yang membantu perbaikan revitalisasi rumah cimanggis ini,
dapat menjadikan rumah cimanggis ini bangunan cagar budaya yang memiliki nilai
histori yang tinggi. Sehingga kota Depok memiliki bangunan yang dapat
menceritakan mengenai perekonomian dimasa tersebut.
Daftar Pustaka
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/10/01/21551871/rumah-cimanggis-ditetapkan-jadi-cagar-budaya
https://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/18/10/01/pfxen5409-menilik-rumah-cimanggis-cagar-budaya-yang-terbengkalai
wartakota.tribunnews.com/2019/01/13/warga-gelar-syukuran-di-rumah-cimanggis-bangunan-cagar-budaya-di-depok
Komentar
Posting Komentar